MAKALAH
PERKEMBANGAN
EMOSIONAL ANAK TK/RA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Manusia senantiasa mengalami perubahan sepanjang
hidupnya. Pengalaman di masa kecil akan mempengaruhi proses-proses dalam
kehidupan selanjutnya. Perubahan inilah yang disebut dengan perkembangan, yaitu
pola perubahan yang dimulai dari masa pembuahan (konsepsi) dan berlangsung
secara terus menerus selama kehidupan seseorang. Adapun perkembangan itu dapat
diklasifikasikan berdasarkan karakteristik yang khas pada setiap periode
kehidupan, yaitu masa prenatal, bayi, kanak-kanak awal, kanak-kanak madya dan
akhir, remaja, dewasa awal, dewasa madya, serta dewasa akhir.
Berbagai proses yang cukup kompleks mendasari
perubahan tersebut. Paling tidak ada tiga area perubahan dalam diri seorang
individu, yaitu area biologis, kognitif, dan sosioemosional. Proses biologis
meliputi karakteristik-karakteristik fisik individu, seperti perkembangan otak,
tinggi dan berat badan, dan aspek-aspek hormonal.
Proses kognitif melibatkan perubahan yang terjadi
dalam pola pikir, inteligensi, dan kemampuan berbahasa individu. Area yang ketiga
adalah proses sosioemosional yaitu perubahan dalam hubungan individu dengan
orang lain, emosi, serta pola kepribadiannya. Ketiga proses tersebut memiliki
interaksi yang saling mempengaruhi satu sama lain. Proses-proses sosioemosional
akan membentuk proses kognitif, dan selanjutnya.
Psikologi perkembangan anak akan berfokus pada
proses-proses perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional yang terjadi
pada seorang anak. Kategori masa kanak-kanak itu sendiri biasanya
diklasifikasikan dalam dua masa, yaitu masa kanak-kanak awal early chillhood
(2 – 6 tahun) serta masa kanak-kanak madya dan akhir late chillhood (6 –
11 tahun). Pada masa-masa ini, perubahan yang terjadi pada ketiga area di atas
berlangsung relatif cepat dan menonjol. Informasi tentang perkembangan yang
terjadi pada anak-anak akan membawa implikasi pada cara pengajaran dan
pendidikan mereka. Orangtua dan guru, sebagai bagian dari lingkungan sosial
anak, dapat menjadi lebih peka dalam berinteraksi dengan anak serta mampu
menstimulasi dan memotivasi perilaku-perilaku positif anak yang sesuai dengan
perkembangannnya. Di samping itu, psikologi perkembangan anak akan membantu
dalam mengungkap potensi-potensi yang ada pada seorang anak yang mungkin
krusial untuk perkembangan masa-masa selanjutnya.
2. Rumusan Masalah
Agar penyusunan makalah ini lebih terfokus,maka
perlu kiranya ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut :
a. Apa pengertian dari Emosi?
b. Apa saja Tahap-tahap Perkembangan Emosi
Anak?
c. Apa saja Macam-Macam laporan?
d. Apa saja Faktor yang mempengaruhi emosi?
e. Bagaimana Pola perkembangan emosi anak taman
kanak-kanak?
f. Apa saja Dampak Positif dan Negatif
Perkembangan Emosi Anak TK/RA?
g. Bagaimana Emosi Anak TK/RA?
h. Apa Pengertian Perkembangan Sosial Anak TK/RA?
i. Apa saja Karakteristik Perkembangan Sosial
Anak TK/RA?
j. Bagaimana Pola Perkembangan Sosial Anak TK/RA?
k. Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi
Perkembangan Sosial Anak TK/RA?
3. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas,maka tujuan
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a) Mengetahui Pengertian dari Emosi
b) Mengetahui
Tahap-Tahap Perkembangan Emosi Anak
c) Mengetahui
Macam-Macam laporan
d) Mengetahui
Faktor Yang Mempengaruhi Emosi
e) Mengetahui
Pola Perkembangan Emosi Anak Taman Kanak-Kanak/RA
f)
Mengetahui Dampak Positif dan Negatif
Perkembangan Emosi Anak TK/RA
g) Mengetahui Emosi Anak TK
h) Mengetahui Pengertian Perkembangan Sosial
Anak TK/RA
i)
Mengetahui Karakteristik Perkembangan
Sosial Anak TK/RA
j) Mengetahui
Pola Perkembangan Sosial Anak TK/RA
k) Mengetahui Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Perkembangan Sosial Anak TK/RA
4. Sistematika
Makalah ini disusun dalam format 4 (empat) bab yang
masing-masing berisi hal-hal sebagai berikut :
1.
Bab 1, yaitu pendahuluan, berisikan : (
1 ) latar belakang masalah,( 2 ) rumusan masalah, ( 3 ) tujuan penyusunan
masalah, dan ( 4 ) sistematika penyusunan makalah.
2. Bab 2, yaitu uraian mengenai pembahasan
perkembangan emosi anak Taman Kanak Kanak
3. Bab 3, yaitu uraian mengenai pembahasan
Perkembangan Sosial anak Taman Kanak Kanak
4. Bab 4, yaitu penutup berisikan beberapa
kesimpulan sederhana mengenai hal-hal yang diformulasikan dalam rumusan
masalah.
BAB
II
PERKEMBANGAN
EMOSI ANAK TK/RA
1. Pengertian Emosi
Emosi berasal dari kata emetus atau emovere yang berarti mencerca, yaitu sesuatu yang
mendorong terhadap sesuatu. Menurut Crow & Crow (Sunarti, 2001: 1) “emosi
merupakan suatu keadaan yang bergejolak dalam diri individu yang berfungsi atau
berperan sebagai inner adjustment terhadap lingkungan untuk mencapai
kesejahteraan dan keselamatan individu”. Emosi merupakan gejala psikis yang
bersifat subjetif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenai dan
dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf.
Bigot (Suryabrata, 1984: 30) membagi emosi atau
perasaan atas :
1.
Perasaan Jasmaniah (rendah)
a. Perasaan indriati, yaitu
persaaan-perasaan yang berhubungan dengan perangsangan terhadap pancaindera,
seperti; sdap, manis, asin, pahit, panas dan sebagainya.
b. Perasaan vital, yaitu perasan-peasaan
yang berhubungan dengn keadaan kasmani pada umumnya, seperti; perasaan segar,
letih, sehat, lemah, tidak berdaya, dan sebagainya
2. Perasaan Rohani
a. Perasaan intelektual, yaitu perasaan
yang bersangkutan dengan kesanggupan intelek (pikiran dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
b. Perasaan kesusilaan atau perasaan etis,
ialah perasaan yang berhubungan dengan baik atau buruk. Tiap orang mempunyai
ukuran baik buruk sendiri-sendiri yang bersifat individual yang sering disebut
norma individual.
c. Perasaan keindahan, yaitu perasaan
yang menyertai atau timbul karena manusia, perasaan untuk hidup bermasyarakat
dengan sesama manusia; untuk bergaul, saling tolong menolong, memberi dan
menerima simpati dan antipati, rasa setia kawan, dan sebagainya.
d. Perasaan sosial, ialah perasaan yang
mengikatkan individu dengan sesama manusia, perasaan untuk hidup bemasyarakat.
e. Perasaan harga diri, dapat dibedakan
atas dua macam, yaitu perasaan harga diri positif, misalnya perasaan puas,
senang gembira, bangsa yang dialami seseorang yang mendapatkan penghargaan.
Sedangkan perasaan harga diri negatif, misalnya kecewa, tidak senang, tidak
berdaya kalau seseorang mendapat celaan, dimarahi, mendapatkan hukuman, dan
sebagainya.
f. Perasaan keagamaan, yaitu perasaan
yang bersangkut paut dengan kepercayaan seseorang tentang adanya Yang Maha
Kuasa, misalnya rasa kagum akan kebesaran tuhan, rasa syukur setelah terlepas
dari bahaya secara ajaib dan sebagainya.
2. Tahap-tahap Perkembangan Emosi Anak
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa emosi
merupakan gejala psikis yang bersifat subjetif yang umumnya berhubungan dengan
gejala-gejala mengenai dan dialami dalam kualitas senang atau tidak senang
dalam berbagai taraf. “Perkembangan emosi menempuh beberapa tahap beriring
dengan pertumbuhan dan perkembangan anak”.(Martoenoes, 1998: 55)
Secara umum Semiawan (2002: 11) membagi
perkembangan anak dalam berbagai tahap, dalam uraiannya dikatakana bahwa :
Kemampuan untuk berkembang tahap demi tahap seperti
: 1) fase sensoris motor berkembang pada usia 0 – 2 tahun. Fase ini berkembang
sensoris motor terdiri dari motorik kasar dan motorik halus/panca indera harus
berkembang dengan sempurna. Sentuhan kasih sayang orang tua sangat bermakna
pada fase ini. 2) fase prekonkrit operasional (usia 3 – 6). Pada fase ini
perkembangan bahsa anak sangat pesat. 3) fase konkrit operasional berkembang
pada usia 6/7 tahun s/d 11/12 tahuhn. Pada fase ini rasa ingin tahu anak besar
sekali. Anak akan sangat mudah memahami jika diberikan data yang nyata kegiatan
proses berfikir mulai nyata. 4) fase berfikir abstrak (usia 12 tahun ke atas).
Pada fase anak telah berhasil menyelesaikan hal-hal yang abstrak seperti
penerapan rumus, simbol, dan lain-lain.
Kutipan di atas menunjukkan bahwa terdapat
fase-fase perkembangan kemampuan anak. Pada setiap fase kesemuanya proses
kesinambuangan yang saling berhubungan dan menentukan fase-fase berikutnya.
Proses belajar yang berbeda, juga pengaruh gen yang dibawah menyebabkan adanya
perbedaan tiap individu dalam kontesk kemampuannya. Hal ini menyebabkan adanya
anak yang kecenderungan emosional dan tidak emosional (Kohlberg, 1995: 77).
Ketika bayi baru lahir, kemampuan untuk bereaksi
secara emosional sudah ada. “Gejala pertamanya ialah keterangan umum yang
berlebih-lebihan dan tercermin pada aktivitas bayi” (Rosjidan.1996: 39).
Meskipun deemikian, pada saat lahir bayi sudah tidak memperlihatkan reaksi yang
secara jelas dinyatakan sebagai keadaan emosi yang spesifik.
Sebelum melewati masa neonate, keterangan umum pada
bayi yang baru lahir dapat dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang
mengesankan tentang kesenangan dan ketidaksenangan. Reaksi yang tidak
menyenangkan dapat diperoleh dengan cara mengubah posisi secara tiba-tiba,
sekoyong-koyong membuat suara keras, merintangi gerakan bayi, membiarkan bayi
tetap mengenakan popok yang basah, dan menempelkan sesuatu yang dingin pada
kulitnya. Rangsangan semacam itu menyebabkan timbuilnya tangisan dan aktivitas
besar. Sebaliknya, reaksi yang menyenangkan tampak jelas takkala bayi menetek.
Reaksi semacam itu juga dapat diperoleh dengan cara mengayun-ngayunnya,
menepuk-nepuknya, memberikannya kehangatan, dan memopongnya dengan mesra. Rasa
senang pada bayi dapat dilihat dari reaksi yang menyeluruh pada tubuhnya, dan
dari suara yang menyenangkan berupa mendekut.
Seiring dengan meningkatnya usia anak, reaksi
emosional mereka menjadi kurang menyebar, kurang sembarangan, dan lebih dapat
dibedakan. Sebagai contoh, anak yang lebih muda memperlihatkan ketidaksenangan
semata-mata hanya dengan menjerit dan menangis. Kemudian reaksi mereka semakin
bertambah yang meliputi; perlawanan, melemparkan benda, mengejangkan tubuh,
lari menghindar, berbunyi, dan mengeluarkan kata-kata. Dengan bertambahnya umur
anak, maka reaksi yang berwujud bahasa meningkat sedangkan reaksi gerakan otot
berkurang (Pratidarmanastiti, 1991: 66).
Meskipun pola perkembangan emosi dapat diramalkan,
tetapi variasi dalam segi frekuensi, intensitas serta jangka waktu dari
berbagai macam emosi dan juga usia pemunculannya. Variasi sudah mulai terlihat
sebelum bayi berakhir dan semakin sering terjadi dan lebih menyolok dengan
meningkatnya usia anak (Budiningsih, 1984: 33).
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi
diekspresikan secara jelas lunak karena mereka harus mempelajari reaksi orang
lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, meskipun emosi itu berupa
kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Variasi disebabkan oleh
keadaan fisik anak pada saat itu dan, taraf kemampuan intelektualnya serta
kondisi lingkungan. Anak yang cenderung kurang emosional dibandingkan dengan
anak yang kurang sehat. Demikian juga anak yang pandai bereaksi lebih emosional
terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan anak-anak yang kurang
pandai. (Masri, 1974: 66)
3. Faktor Yang Mempengaruhi Emosi
“Hasil dari berbagai situasi menunjukkan bahwa
perkembangan emosi anak bergantung sekaligus pada faktor maturasi dan faktor
belajar” (Sunarti, 2001: 8). Maturasi dan belajar berjalin erat dalam
mempengaruhi perkembangan emosi sehingga pada saatnya akan sulit untuk
menentukan dampak relatifnya.
1. Faktor Maturasi
Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan
untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dipahami, memperlihatkan rangsangan
dalam jangka waktu yang telah lama, dan memutuskan ketegangan emosi dalam satu
obyek. Demikian pula kemampuan mengingat dan menduga mempengaruhi reaksi
emosional. Dengan demikian anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang
tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda (Ahmasi, 1990: 88).
Perkembangan kelenjer endokrin perlu untuk
mematangkan perilaku emosional. Bayi secara relatif kekurangan produksi
kelenjar endokrin yang diperlukan untuk menopang rekasi fisiologi terhadap
sters. Kelenjar adrenalin memainkan peran utama pada emosional mengecil secara
tajam segera setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar itu mulai membesar
lagi, dan membesar dengan pesat sampai anak berusia lima tahun, pembesarannya
melambat pada usia 5 dan usia 11 tahun, dan membesar lebih pesat lagi sampai
anak berusia 16 tahun pada usia 16 tahun kelenjar tersebut mencapai kembali
ukuran semula seperti pada saat anak lahir.
2. Faktor Belajar
Ada beberapa metode yang menunjang perkembangan
emosi anak, antara lain :
a. Tiral and error learning; anak belajar secara coba-coba untuk
mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar
kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama
sekali tidak memberikan pemuasan.
b. Leraning
by initation, belajar dengan cara meniru sekaligus mempengaruhi aspek
rangsangan dan aspek reaksi.
c. Learning by identification, belajar
dengan cara menidentifikasi diri sama dengan belajar menirukan.
d. Conditioning; dalam metode ini obyek
dan situasi yang pada umumnya gagal memancing reaksi emosional kemudian dapat
berhasil dengan cara asosiasi.
e. Training; pelatihan atau belajar
dengan bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi
4. Pola Perkembangan Emosi Anak Taman
Kanak-Kanak
Emosi sangat memainkan peranan penting dalam
kehidupan, meskipun demikian sangat sukar mempelajari perkembangan emosi anak,
karena informasi tentang aspek emosi yang subyektif hanaya dapat diperoleh
dengan cara introspeksi, sedangkan anak tidak dapat menggunakan cara tersebut
dengan baik karena mereka masih berusia sangat mudah.
“Ketika bayi baru lahir, kemampuan untuk bereaksi
secara emosional sudah ada” (Suhartin R.I. 1984). Gejala utamanya ialah
keterangsangan umum yang berlebih-lebihan dan tercermin pada aktivitas bayi.
Meskipun demikian, pada saat bayi lahir tidak memperlihatkan reaksi yang secara
jelas dapat dinyatakan sebagai keadaan emosi yang spesifik.
Sebelum melewati masa neonate, keterangan umum pada
bayi yang baru lahir dapat dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang mengesankan tentang kesenangann dan
ketidak senangan. Reaksi yang tidak menyenangkan dapat diperoleh dengan cara mengubah
posisi secara tiba-tiba, sekonyong-konyong membuat suara keras, merintangi
gerakan bayi, membiarkan bayi tetap mengenakan popok yang basah, dan
menempelkan sesuatu yang pada kulitnya. Rangsangan semacam itu menyebabkan
timbulnya tangisan dan aktivitas besar.
Seiring dengan meningkatnya usia anak, reaksi
emosional mereka menjadi kurang menyebar, kurang sembarangan, dan lebih dapat
dibedakan. Sebagai contoh, anak yang lebih muda memperlihatkan ketidaksenangan
semata-mata hanya dengan menjerit dan menangis. Kemudian reaksi mereka semakin
bertambah yang meliputi perlawanan, pelemparan benda, mengejangkan tubuh, lari
menghindar, bersembunyi, dan mengeluarkan kata-kata. Dengan bertambahnya umur
anak, maka reaksi yang berwujud bahasa meningkat sedangkan reaksi gerakan otot
berkurang.
Meskipun pola perkembangan emosi anak dapat
diramalkan, tetapi terdapat variasi dan juga pemunculannya. Viriasi sudah mulai
terlihat sebelum masa bayi berakhir dan semakin sering terjadi dan lebih
menyolok dengan meningkatkan usia kanak-kanak.
Dengan meningkatnya emosi anak, semua emosi
diekspresikan secara jelas lunak karena harus mempelajari reaksi orang lain
terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan
atau emosi yang menyenangkan lainnya. Variasi disebabkan oleh keadaan fisik
anak pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya serta kondisi lingkungan.
Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak yang kurang
sehat. Demikian juga anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap
berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan anak-anak yang kurang pandai.
5. Dampak Positif dan Negatif Perkembangan Emosi Anak
TK
Perkembangan emosi anak TK, dapat bedampak positif
dan negatif. Masing-masing aspek ini memiliki peluang yang sama. Oleh karenanya
diperlukan pengetahuan yang mendasar tentang perkembanganemosi anak agar dampak
negatif dapat dieleminir.
a.
Dampak Positif
Emosi apabila diarahkan dengan baik, maka akan
dapat menjadikan anak tersebut dapat berkembang dengan baik. Perkembangan emosi
yang baik akan mengantarkan anak tersebut dapat mengembangkan kemampuah
imajinasi, intelektual dan lain sebagainya.
b.
Dampak Negatif
Demikian pula perkembangan emosi anak juga dapat
bedampak negatif pada perkembangan anak. Hal ini dapat menyebabkan kertelantaran
emosi, seperti anak tidak cukup mendapatkan pengalaman emosional yang
menyenangkan, terutama keingintahuan, kegembiraan, kebahagiaan, dan kasih
sayang. Akibatnya, anak akan mengalami keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan normal, anak biasanya telambat untuk berbuat lebih baik lagi
sesuai dengan umurnya, perkembangan bicara terlambat, perkembangan intelektual
terlambat.
6. Emosi Anak TK
Emosi anak TK berbeda dengan emosi dengan anak yang
lebih tua atau orang dewasa karena adanya faktr maturasi dan belajar. Ciri khas
emosi anak yang membuatnya berbeda dari emosi dewasa menurut Sunarti (2001:
11), yaitu :
Ø Emosi yang kuat; anak kecil bereaksi dengan
intensitas yang sama baik terhadap situasi remeh maupun serius.
Ø Emosi sering kali tampak, anak sering kali
memperlihatkan emosi mereka meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan
emosional sering kali mengakibatkan hukuman, mereka belajar untuk menyesuaikan
diri dengan situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka mengekang ledakan
emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.
Ø Emosi
bersifat sementara, peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa
kemudian menangis atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa
sayang, merupakan akibat dari tiga faktor.
BAB
III
PERKEMBANGAN
SOSIAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK
1. Pengertian Perkembangan Sosial Anak TK
Menurut Hurlock (Sujanto, 1996: 38) perkembangan
sosial usia prasekolah berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. Kemampuan anak menyesuaikan diri dalam lingkungan TK
memerlukan tiga proses yaitu; 1) belajar berperilaku yang dapat diterima secara
sosial, 2) memainkan peran sosial yang dapat diterima, 3) perkembangan sosial
untuk bergaul dengan baik.
2. Karakteristik Perkembangan Sosial Anak TK
Sebagaimana perubahan pada fisik dan kognitif, anak
mengalami perubahan pada kepribadiannya. Terdapat beberapa macam pendekatan
tentang hal ini, yaitu pendekatan psikoanalisis klasik yang meliputi pendekatan
Freudian maupun neo-Freudian. “Pendekatan psikoanalisis klasik ini lebih
menekankan pada aspek psikoseksual seorang individu, di mana perkembangan yang
terjadi digerakkan yang mempengaruhi tiga komponen kepribadian yaitu ego, id
dan superego” (Pudjosuwano, 1984: 56).
Pendekatan yang kedua adalah pendekatan
interpersonal, di mana individu dilihat sebagai suatu makhluk sosial yang
dibentuk oleh lingkungan budaya dan interpersonal. Perkembangan sosial
seseorang dilihat pada interaksi yang terjadi antara individu yang sedang
berkembang dengan teman sebaya, orang tua, sahabat, musuh, dan masyarakat
sekitar. Interaksi yang terjadi merupakan suatu pertukaran cinta, kasih sayang
dan perhatian.
Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan
epigenesis, di mana tahapan perkembangan yang terjadi tidak berdiri sendiri-sendiri,
namun tahapan perkembangan sebelumnya menjadi fondasi bagi tahapan perkembangan
berikutnya.
Menurut Snowman (Sunarti, 2001: 40) mengemukakan
ciri-ciri usia prasekolah di TK meliputi 1) Umumnya anak pada usia ini memiliki
teman satu atau dua sahabat, tetapi cepat tergant, 2) kelompok bermain
cenderung lebih kecil, 3) Anak yang lebih muda sering kali bermain bersebelahan
dengan anak yang lebih besar, 4) pola bermain yang variatif sesuai dengan kelas
sosial dan gender. 5) telah menyadari pesan jenis kelamin.
3. Pola Perkembangan Sosial Anak TK
“Aktivatas kehidupan anak pada tingkat perkembangan
sosial usia prasekolah yang berlangsung antara umur lima sampai dengan enam
tahun”(Sujanto, 1996: 40). Kebanyakan bukan lagi dalam rumah bersama orangtua dan
saudara-saudaranya, tetapi di luar rumah dengan teman sebaya dan bahkan dengan
orang dewasa lainnya. Pada saat ini anak akan memasuki sekolah, oleh karena
itu, hubungan sosial dengan teman sebaya makin bertambah luas.
Pada masa ini perhatian anak terhadap teman sebaya
sangat tinggi. Anak sangat membutuhkan untuk diterima oleh kelompok teman
sebaya, terutama kelompok yang dipandang bergengsi.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Sosial
Anak TK
1).
Fakto Pendukung
Menurut Sunarti (2001: 48) bahwa faktor pendukung
perkembangan sosial usia prasekolah yaitu; 1) sifat altruistik, 2) Kesadaran
tentang diri sendiri dan orang lain.
a. Sifat Altruistik
Sifat altruistik adalah gejala tingkah laku di mana
anak lebih cenderung mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan
diri sendiri atau menyayangi orang lain terutama yang lemah atau binatang.
b. Kesadaran tentang diri sendiri dan orang lain
Aspek penting lainnya yang dimiliki anak untuk
mengembangkan tingkah laku sosialnya adalah timbulnya kesadaran dalam memahami
suasana hati orang lain. Kesadaran akan memahami orang lain ini dikuasai karena
dalam diri anak telah tumbuh kemampuan untuk empati dan role taking.
2).
Faktor Penghambat
Menurut Sunarti (2001: 54) bahwa “kecenderungan
bawaan dapat menimbulkan kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan harapan
sosial. seorang anak laki-laki dengan tubuh yang kecil dan otot yang lemah
tidak mampu menyesuaikan diri dalam suatu budaya yang menganggap ideal tubuh
yang sempurna sperti atlit.
BAB
IV
KESIMPULAN
dan SARAN
1. Kesimpulan
Emosi berasal dari kata emetus atau emovere yang berarti mencerca, yaitu sesuatu yang
mendorong terhadap sesuatu. Menurut Crow & Crow (Sunarti, 2001: 1) “emosi
merupakan suatu keadaan yang bergejolak dalam diri individu yang berfungsi atau
berperan sebagai inner adjustment terhadap lingkungan untuk mencapai
kesejahteraan dan keselamatan individu”. Emosi merupakan gejala psikis yang
bersifat subjetif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenai dan
dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf.
Menurut Hurlock (Sujanto, 1996: 38) perkembangan
sosial usia prasekolah berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. Kemampuan anak menyesuaikan diri dalam lingkungan TK
memerlukan tiga proses yaitu; 1) belajar berperilaku yang dapat diterima secara
sosial, 2) memainkan peran sosial yang dapat diterima, 3) perkembangan sosial
untuk bergaul dengan baik.
2. Saran
Agar mengetahui lebih jauh mengenai perkembangan
anak, khususnya perkembangan Emosi dan Sosial pada anak Taman Kanak-Kanak,
penulis menyarankan kepada pembaca sekalian untuk mempelajarinya lebih jauh,
khususnya bagi para ibu, orang tua, guru, rekan-rekan mahasiswa, dan
lebih-lebih kepada Yang Terhormat Dosen Pembimbing atau Pengampu Mata Kuliah
ini yaitu Bapak Hanif Ibnu M, M. Pd. sangat
kami harapkan. Hal ini mungkin bisa membantu dalam memahami dan mempelajari
perkembangan emosi dan sosial pada anak
Taman Kanak-Kanak.
Di luar daripada itu, karena banyaknya kekurangan
dalam penulisan makalah ini, penulis mengharapkan kritik maupun saran dari
pembaca yang budiman, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Akhirnya, kami ucapkan terima kasih atas perhatian
dan dukungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmasi, 2004. Pendidikan di Lingkungan Keluarga.
Jawara: Surabaya
Depdikbud. 1995. Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Kwalitas Sumber Daya
Manusia di Daerah Sulawesi Selatan.
Depdikbud : Ujung Pandang.
Hardiman, B. 1997. Pendidikan Moral sebagai
Pendidikan Keadilan. Basis Andi Offset, Yogyakarta.
Kanto, Kullasse, 1998. Psikologi Perkembangan. FIP
UNM
Masri, A.W. 1999. Paradigma Psikologi Sosial.
Jakarta: Yayasan Penerbit FIP IKIP
Jakarta.
Rosjidan.1996. Pendidikan Keluarga Indonesia
Sejahtera di Tinjau dari Segi Pendidikan. Makalah. Ujung Pandang. Disampaikan pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia
III.
Shochib, Moh, 1998. Pola Asuh Orang Tua. Rineka
Cipta. Jakarta
Soelamana, 1999. Keluarga Sebagai Pendidikan
Pertama dan Utama. Surabaya: Papirus
Suhartin R.I. 1999. Cara Mendidik Anak dalam Keluarga Masa Kini. Jakarta: Bharata Karya
Aksara.
Sunarti Kustiah. 2001. Psikologi Perkembangan. FIP
UNM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar